Senin, 06 Mei 2013

Posting 2 jurnal 1 ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM USAHA AIR MINUM DEPOT (AMD) ISI ULANG DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

 Nama : Fadhil Adrian
NPM : 22211559
Kelas : 2EB08
Posting 2 jurnal 1

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
DALAM USAHA AIR MINUM DEPOT (AMD) ISI
ULANG DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
OLEH :
GATOT EFDI SAPUTRA
NIM : 030 200 082
DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
B. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Usaha AMD Isi
Ulang
Konsumen merupakan pihak yang lemah kedudukannya bila
dibandingkan dengan pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan suatu aturan yang
dapat melindungi kepentingan konsumen agar tidak dirugikan atau diperlakukan
sewenang-wenang oleh pelaku usaha. Perlindungan konsumen dibutuhkan untuk
menyelamatkan daya tawar konsumen terhadap pelaku usaha dan mendorong
pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggungjawab dalam menjalankan
kegiatannya. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen menjamin adanya kepastian hukum terhadap segala kebutuhan
konsumen. Atau dengan kata lain, perlindungan konsumen yang dimaksud
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 merupakan segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen
seperti yang tercantum pada Pasal 1 butir (1).
Air minum tergolong komoditi berisiko tinggi karena dikonsumsi
langsung dan tanpa diolah. Oleh karena itu dibutuhkan regulasi yang tegas dan
pengawasan yang memadai agar air minum yang dikonsumsi masyarakat terjamin
mutunya. Usaha AMD isi ulang merupakan salah satu bidang usaha yang bergerak
dalam hal penyediaan air minum untuk pemenuhan kebutuhan konsumen. Oleh
karena berhubungan dengan kepentingan konsumen, maka keberadaannya tidak
terlepas dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha AMD isi
ulang terhadap ketentuan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen telah merugikan konsumen. Pemakaian botol galon milik
AMDK yang masih berlabel oleh AMD isi ulang telah melanggar ketentuan
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dimana
pelaku usaha AMD isi ulang telah memberikan keterangan tidak benar kepada
konsumen. Dengan demikian, konsumen telah dikelabui dan mendapatkan
informasi yang salah mengenai produk yang dibelinya.

1. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Usaha AMD Isi
Ulang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan
kepada setiap konsumen yang merasa dirugikan hak-haknya oleh pelaku usaha.
Dalam kaitannya dengan produk AMD isi ulang, maka setiap pelanggaran yang
telah dilakukan oleh pelaku usaha AMD isi ulang dengan mengelabui konsumen,
yaitu memberikan keterangan tidak benar kepada konsumen maka telah
melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
Aspek hukum perlindungan konsumen terhadap munculnya usaha
AMD isi ulang dapat dilihat pada beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain Pasal 4 butir a dan c,
Pasal 7 butir b dan d, serta Pasal 8.
Pasal 4 butir a Undang-undang Perlindungan Konsumen memberikan
hak kepada setiap konsumen atas keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Oleh karena itu, produk AMD isi ulang juga
harus aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat karena berdasarkan ketentuan itu,
konsumen berhak untuk itu. Undang-undang Perlindungan Konsumen
memberikan perlindungan kepada konsumen agar setiap konsumen yang
mengkonsumsi produk AMD isi ulang terjamin keselamatannya. Sedangkan pasal
4 butir c memberikan hak kepada konsumen untuk mendapatkan informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa. Dalam
mengkonsumsi AMD isi ulang, setiap konsumen berhak untuk mendapatkan
keterangan yang benar dari pelaku AMD isi ulang terhadap produk yang dibelinya
itu. Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memberikan jaminan hak
konsumen tersebut. Jadi, Undang-undang Perlindungan Konsumen memberikan
perlindungan hukum kepada setiap konsumen untuk menuntut haknya agar
memperoleh keterangan yang benar, jelas dan jujur mengenai produk AMD isi
ulang yang dibelinya, apakah layak dan aman untuk dikonsumsi serta telah sesuai
dengan persyaratan kualitas air minum yang telah ditetapkan pemerintah.
Aspek hukum perlindungan konsumen dalam ketentuan Pasal 7 butir b
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha wajib
untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang
dan/atau jasa. Ketentuan pasal ini memberikan kewajiban kepada setiap pelaku
usaha untuk memberikan informasi dan keterangan yang jujur mengenai barang
dan/atau jasa yang diproduksinya. Begitu juga halnya dengan pelaku usaha AMD
isi ulang harus mematuhi ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 7 ini, yaitu
dengan memberikan informasi yang benar tentang produk air minum yang
diproduksinya sesuai kenyataan dan tidak mengelabui konsumen. Dengan adanya
ketentuan pasal ini maka akan mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan
bertanggung jawab dalam menjalankan usahanya.
Sedangkan PASAL 7 butir d Undang-Undang Perlindungan Konsumen
mewajibkan pelaku usaha untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
diproduksi dan/atau diperdagangkannya. Disini dapat dilihat bahwa aspek
perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yaitu dengan membebankan kewajiban kepada pelaku usaha AMD isi
ulang agar produk yang diperdagangkannya terjamin mutunya, sehingga aman
untuk dikonsumsi masyarakat.
Aspek hukum perlindungan konsumen terhadap munculnya usaha
AMD isi ulang juga termuat dalam ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 8 memberikan perlindungan
kepada konsumen dengan mencantumkan ketentuan tentang beberapa perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha, tak terkecuali bagi pelaku usaha AMD isi ulang .
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, tak terkecuali bagi pelaku usaha AMD
isi ulang, yaitu setiap pelaku usaha dilarang untuk memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai standar yang
dipersyaratkan, label tidak sesuai dengan isinya, tidak sesuai dengan mutu yang
tercantum pada label, dan pencantuman kadaluarsa. Pelaku usaha juga dilarang
memperdagangkan pangan yang rusak atau tercemar. Beberapa perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha yang tercantum dalam ketentuan Pasal 8 ini, bertujuan
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen agar mereka aman dalam
mengkonsumsi AMD isi ulang . dengan adanya beberapa perbuatan yang dilarang
bagi pelaku usaha AMD isi ulang ini, Undang-Undang Perlindungan Konsumen
telah memberikan perlindungan hukum kepada konsumen sehingga konsumen
memiliki kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi AMD
isi ulang .
Apabila pelaku usaha AMD isi ulang melanggar pasal-pasal yang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan dan hak-haknya telah
dilanggar oleh pelaku usaha dapat mengajukan gugutan sengketa konsumen
melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) atau melalui pengadilan
negeri sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Berdasarkan ketentuan Pasal 47 dan 48 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 , disebutkan bahwa tata cara penyelesaian sengketa konsumen dapat
diajukan melalui dua cara, yaitu :

1. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilaksanakan melalui Badan
     Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
2. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang mengacu pada ketentuan
      peradilan umum.
Dengan demikian , bila terjadi sengketa konsumen maka konsumen
dapat memilih untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan atau di luar
pengadilan. Apabila para pihak yang bersengketa (konsumen dan pelaku usaha)
sepakat untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan, maka
gugatan dapat diajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
sesuai ketentuan Pasal 47. penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dapat
dilakukan dengan cara mediasi, konsiliasi atau arbitrase sesuai ketentuan Pasal 52
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999.
Namun, apabila gugatan sengketa konsumen tersebut diajukan melalui
pengadilan maka didasarkan pada ketentuan Pasal 48 jo 45 jo 64 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen . Pasal menyebutkan
bahwa penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan umum yang berlaku.
Ketentuan Pasal 48 ini juga harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45
dimana setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan di luar
pengadilan maupun melalui pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak
yang bersengketa. Jadi, pilihan penyelesaian sengketa konsumen didasarkan pada
kesepakatan para pihak secara sukarela. Apabila penyelesaian sengketa konsumen
dilakukan melalui pengadilan, maka tata caranya berdasarkan pada hukum acara
perdata. Namun demikian dalam penyelesaian sengketa konsumen melalui
pengadilan, berlaku asas lex spesialis derogat lex generalis, yaitu berdasarkan
ketentuan Pasal 64 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen dimana hukum yang dipakai adalah hukum acara perdata sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen . jadi dalam
menyelesaikan kasus sengketa konsumen melalui pengadilan, hakim mengacu
pada ketentuan hukum perdata sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-
Undang Perlindungan Konsumen . Apabila bertentangan dengan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen maka yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dengan demikian, maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen
telah memberikan jaminan kepastian hukum bagi konsumen agar dapat menuntut
hak-haknya apabila merasa dirugikan oleh pelaku usaha AMD isi ulang .

2. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Usaha AMD Isi
Ulang Ditinjau Dari PP Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Dan
Iklan Pangan
Terhadap munculnya usaha AMD isi ulang, terdapat beberapa
pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen dan Peratuan Pemerintah Nomor 69 Tentang Label Dan
Iklan Pangan yang telah dilakukan oleh pelaku usaha AMD isi ulang. Pemakaian
botol galon AMDK yang masih berlabel oleh pelaku usaha AMD isi ulang, hal ini
berarti telah mengelabui konsumen karena isi tidak sesuai dengan keterangan
yang tertera pada label. Apabila dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tentang Label Dan Iklan Pangan, maka aspek perlindungan hukum terhadap
munculnya usaha AMD isi ulang dapat dilihat pada beberapa pasal, diantaranya
yaitu Pasal 3 Ayat 1 dan 2, Pasal 5 Ayat 1, Pasal 6 Ayat 1, Pasal 12, Pasal 13 Ayat
1, dan Pasal 14.
Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 69 menyebutkan bahwa
“Label pada kemasan berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan”.
Sedangkan pada ayat 2 disebutkan bahwa “Keterangan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 sekurang-kurangnya : nama produk, daftar bahan yang digunakan,
berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau
memasukkan ke dalam wilayah Indonesia, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa”.
Bila dilihat ketentuan pasal diatas, maka aspek hukum perlindungan konsumen
yang diberikan adalah setiap pelaku usaha memberikan keterangan yang benar
pada label sehingga konsumen dapat memperoleh informasi yang benar mengenai
produk yang dibelinya. Pelaku usaha AMD isi ulang yang memakai botol galon
AMDK telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ini, karena label yang
ada pada kemasan tidak berisikan keterangan sesuai dengan isinya. Pada botol
galon tersebut disebutkan mengenai bahan yang digunakan pada produk AMDK,
sedangkan pada kenyataannya, isi dari botol galon tersebut bukanlah produk
AMDK melainkan AMD isi ulang. Selain itu pencantuman kadaluarsa yang ada
pada botol galon juga tidak sesuai dengan isinya. Hal ini jelas sesuai dengan
keterangan yang tertera pada label. Pemakaian botol galon yang masih berlabel
bukan miliknya dapat mengelabui dan menyesatkan konsumen.
Pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa “Keterangan dan atau pernyataan
tentang pangan dalam Label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai
tulisan, gambar, atau bentuk apapun lainya”. Pasal ini memberikan kewajiban bagi
pelaku usaha untuk memberikan keterangan yang benar dan jujur pada label.
Dengan adanya ketentuan pasal ini maka konsumen dilindungi haknya untuk
mendapatkan informasi yang benar dan tidak menyesatkan. Bila dilihat ketentuan
pada Pasal 5 ayat 1 ini, maka terdapat dua pelanggaran yang biasanya dilakukan
oleh pelaku usaha AMD isi ulang. Pertama, pemakaian botol galon AMDK oleh
AMD isi ulang merupakan suatu pelanggaran karena keterangan yang ada pada
label tidak benar dan tidak sesuai dengan isinya. Pemakaian botol galon AMDK
yang masih berlabel oleh pelaku usaha AMD isi ulang berarti telah menyesatkan
konsumen karena informasi yang diberikan adalah tidak benar, dimana keterangan
yang tertera pada label tidak sesuai dengan isinya. Keterangan pada botol galon
tersebut merupakan keterangan untuk produk AMDK sedangkan apabila botol
galon tersebut diisi dengan produk AMD isi ulang maka keterangan yang ada
pada label botol galon adalah tidak benar dan tidak sesuai dengan isinya.
Kedua, penggunaan istilah isi ulang produk AMD isi ulang sering
menimbulkan kesalahpahaman bagi masyarakat. Istilah isi ulang yang digunakan
oleh pengusaha AMD isi ulang sering diartikan atau dipahami sebagai pengisian
kembali (refill) atas produk AMDK. Jadi, masyarakat menganggap bahwa produk
AMD isi ulang yang dibelinya memiliki kualitas yang sama dengan produk
AMDK dan merupakan refill dari produk AMDK. Hal ini jelas dapat menyesatkan
konsumen dan menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat, karena pengertian
isi ulang dapat disamakan dengan refill atau pengisian kembali. Ini berarti produk
tersebut merupakan produk air minum yang diproduksi dari AMDK dan dijual
dengan nama yang sama. Tetapi yang terjadi adalah depot air minum ini bukan
menjual produk dari perusahaan AMDK melainkan merupakan hasil produksinya
sendiri secara home industri. Jadi keterangan atau istilah isi ulang yang digunakan
pelaku usaha AMD isi ulang adalah dapat menyesatkan konsumen.
Pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa “Pencantuman pernyataan tentang
manfaat pangan bagi kesehatan dalam label hanya dapat dilakukan apabila
didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan”. Dalam
penjelasan Pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pernyataan
tersebut hanya dapat dicantumkan pada label atau iklan apabila secara ilmiah hal
tersebut dapat dipertanggungjawabkan, adalah antara lain melalui uji laboratorium
atau uji klinis. Ketentuan pada Pasal 6 ayat 1 bertujuan agar pelaku usaha dalam
mencantumkan manfaat pangan bagi kesehatan tidak sewenang-wenang dan tidak
membohongi konsumen. Ketentuan ini memberikan perlindungan pada konsumen
agar tidak dikelabui dengan pernyataan-pernyataan kesehatan yang tidak benar
oleh pelaku usaha. Ketentuan pasal ini juga telah dilanggar oleh pelaku usaha
AMD isi ulang dengan mencantumkan pada label dan atau memberikan informasi
yang menyesatkan pada iklan produknya sehingga dapat mengelabui konsumen.
Pelanggaran ini yaitu dalam hal penggunaan tanda SNI (Standar Nasional
Indonesia), ozone, UV, halal, standar Departemen Kesehatan dan air baku.
Pasal 12 menyebutkan bahwa “Dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 3 ayat (2), bagian utama label sekurang-kurangnya memuat :

1. Nama produk;
2. Berat bersih atau isi bersih;
3. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan ke dalam
wilayah Indonesia”.
Dengan mencantumkan hal-hal di atas maka diharapkan agar
konsumen yang hendak membeli produk tersebut memperoleh informasi
mengenai produk yang akan dikonsumsinya. Produk AMD isi ulang tidak
mematuhi ketentuan pasal ini, karena keterangan yang tertera pada label botol
galon AMDK yang berlabel, tetapi menggunakan botol galon yang tidak berlabel
sama sekali. Bila hal ini terjadi maka dapat juga dikategorikan melanggar
ketentuan pasal ini, karena keterangan yang tertera pada label botol galon yang
dipakai pelaku usaha AMD isi ulang tidak memakai botol galon AMDK yang
berlabel, tetapi menggunakan botol galon yang tidak berlabel sama sekali. Bila hal
ini terjadi maka dapat juga dikategorikan melanggar ketentuan pasal ini karena
produk AMD isi ulang tidak mencantumkan label atau keterangan mengenai
produknya.
Pasal 13 ayat 1 menyebutkan bahwa “Bagian utama label sekurangkurangnya
memuat tulisan tentang keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 dengan teratur, tidak berdesak-desakan, jelas dan dapat mudah dibaca”. Aspek
hukum perlindungan konsumen yang diberikan dalam pasal ini yaitu dengan
mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan keterangan mengenai produknya
secara jelas sehingga tidak terjadi kesalahpahaman atau kekeliruan pada
konsumen dalam membaca atau memahaminya. Apabila dilihat ketentuan pada
pasal ini, maka penulisan keterangan mengenai produk AMD isi ulang adalah
tidak tercantum pada kemasan botol galon karena yang tertera adalah keterangan
mengenai produk AMDK.
Pasal 14 menyebutkan bahwa “Bagian utama Label sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 harus ditempatkan pada isi kemasan pangan yang paling
mudah dilihat, diamati dan/atau dibaca oleh masyarakat pada umumnya”.
Mengenai ketentuan pasal ini, aspek hukum perlindungan konsumen yang
diberikan yaitu dengan memberikan kewajiban bagi pelaku usaha untuk memuat
label pada tempat yang mudah dilihat oleh konsumen. Dengan demikian akan
memudahkan konsumen untuk mengetahui dan membaca mengenai informasi atas
produk yang dibelinya. Berkaitan dengan ketentuan pasal ini, maka pelaku usaha
AMD isi ulang jelas telah melanggar ketentuan atau mencantumkan label
keterangan mengenai produknya melainkan label yang tercantum pada galon
adalah label AMDK. Selain itu, pelanggaran dapat juga dilakukan oleh pelaku
usaha yang tidak menggunakan botol galon AMDK yang masih berlabel. Dalam
hal ini, pelanggaran yang dilakukan adalah pada botol galon tersebut tidak
dicantumkan label sama sekali atau bila mencantumkan label tetapi pada tempat
yang sulit dilihat atau dibaca.
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal di atas maka terhadap pelanggaran
yang dilakukan oleh pelaku usaha AMD isi ulang dapat diajukan gugatan ke
pengadilan negeri. Penyelesaian sengketa konsumen yang diajukan melalui badan
peradilan umum ini tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang diatur dalam Pasal 48 jo 45 jo
64, dimana berlaku asas lex spesialis derogat lex generalis.

Tanggal : 06-05-2013

Posting 1 jurnal 1 ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM USAHA AIR MINUM DEPOT (AMD) ISI ULANG DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Nama : Fadhil Adrian
NPM : 22211559
Kelas : 2EB08

Posting 1 jurnal 1

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
DALAM USAHA AIR MINUM DEPOT (AMD) ISI
ULANG DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN

OLEH :
GATOT EFDI SAPUTRA
NIM : 030 200 082
DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007

BAB IV
ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP USAHA
AIR MINUM DEPOT (AMD) ISI ULANG

A.    Permasalahan Yang Dihadapi Konsumen Terhadap Munculnya Usaha AMD Isi    Ulang


Usaha AMD isi ulang merupakan salah satu bidang usaha penyediaan air minum bagi masyarakat. Pelaku usaha AMD isi ulang dalam menyediakan produk air minum , melakukan proses pengolahan air bersih menjadi air minum dan menjualnya secara langsung kepada konsumen di lokasi pengolahan. Produk air minum yang dijual kepada konsumen tersebut harus layak untuk dikonsumsi ,yaitu harus memenuhi persyaratan air minum dan juga standar kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Syarat air minum yang layak untuk dikonsumsi yaitu harus bersih, sehat, higienis dan sesuai dengan standar kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun demikian, seringkali produk air minum AMD isi ulang tidak sesuai atau tidak memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan.Permasalahan yang seringkali dihadapi oleh konsumen berkaitan dengan adanya AMD isi ulang yaitu mengenai standar kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehata Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum. Pelanggaran mengenai standar kesehatan ini mengakibatkan produk AMD isi ulang yang dihasilkan tidak higienis dan menimbulkan masalah kesehatan, seperti diare dan sakit perut. Selain itu, pelaku usaha AMD isi ulang juga memakai kemasan returnable milik AMDK (Air Minum Dalam Kemasan).Hal ini tentu saja telah mengelabui konsumen dalam memberikan informasi yang benar mengenai produk AMD isi ulang tersebut. Dengan pemakaian botol gallon yang masih berlabel milik AMDK maka informasi yang diperoleh konsumen mengenai produk tersebut adalah tidak sesuai antara isi dan label pada kemasannya. Permasalahan ini seringkali menimbulkan kesalahpahaman dan membingungkan konsumen dalam hal perbedaan antara produk AMD isi ulang dan AMDK. Dalam pemakaian kemasan returnable terdapat beberapa prinsip yaitu ;
a. Kemasan tidak dijual
,b. Kemasan dipinjamkan dengan atau tanpa jaminan
c. Kemasan mengandung merek produsen
d. Kemasan tidak boleh diisi barang lain untuk diperdagangkan
e. Secara hukum kemasan tetap milik produsen

Berdasarkan prinsip diatas, maka seringkali pelaku usaha AMD isi
ulang dalam menjual produknya telah melanggar prinsip returnable tersebut.
Pemakaian botol galon milik AMDK yang masih berlabel oleh pelaku usaha
AMD isi ulang telah melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun
1999 tentang label dan iklan pangan, karena isi tidak sesuai dengan keterangan
yang tertera pada label di botol galon.
Keterangan yang ada pada botol galon AMDK yang masih berlabel
dan dipakai oleh AMD isi ulang telah melanggar ketentuan Undang-Undang
66 Sularsih. Op.Cit., hal. 35
Perlindungan Konsumen, dimana hal ini dapat dikategorikan sebagai memberikan informasi yang tidak benar, menyesatkan dan mengelabui konsumen. Konsumen yang membeli produk AMD isi ulang mengira bahwa air minum yang dibelinya dari pelaku usaha AMD isi ulang memiliki kualitas yang sama dengan AMDK sesuai merek dan label yang tercantum pada botol galon tersebut. Padahal kenyataannya, produk AMD isi ulang yang mereka beli adalah tidak sama dengan produk AMDK. Dalam hal ini, pelaku usaha hanya menggunakan botol gallon milik AMDK sedangkan isinya bukanlah produk yang sama seperti produk AMDK.
Pemakaian botol galon AMDK oleh pelaku usaha AMD isi ulang
dengan label dan keterangan yang ada pada kemasannya, telah mengelabui
konsumen karena isi atau air minum yang dimasukkan ke dalam botol galon
tersebut bukanlah produk AMDK melainkan produk AMD isi ulang secara home
industri dengan proses produksi menggunakan peralatan yang sederhana dengan
proses penjernihan atau suling (filterisasi), disinfeksi (sinar ultra violet dan ozon
untuk sterilisasi) untuk pemanasan.67
Jadi AMD isi ulang tersebut bukan merupakan produk isi ulang (refill)
atau bukan produksi dari perusahaan AMDK, melainkan AMD isi ulang yang
dibuat oleh perusahan yang berbeda. Hal ini tentu saja telah menyesatkan
konsumen dengan memberikan informasi yang tidak benar kepada konsumen.
Umumnya AMD isi ulang dimiliki oleh perorangan (home industri), meskipun
tidak tertutup kemungkinan ada yang sudah dikelola dalam bentuk perusahaan,
sehingga penggunaan istilah “isi ulang” dapat menyesatkan atau menyebabkan
misleading dalam masyarakat dan harus diluruskan.
Permasalah lain yang dihadapi konsumen berkaitan dengan produk
AMD isi ulang yaitu mengenai informasi yang menyesatkan pada iklan produk
sehingga konsumen menjadi korban penipuan atas informasi yang tidak benar
pada iklan produk AMD isi ulang. Penggunaan tanda SNI (Standar Nasional
Indonesia), ozone, UV, halal, satndar Departemen Kesehatan dan air baku yang
tidak bertanggungjawab telah menyesatkan dan mengelabui konsumen.
Sebagai pelaku usaha, seharusnya produsen AMD isi ulang
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur kepada konsumen mengenai
produknya seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman yang
dapat merugikan masyarakat sebagai konsumen.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, maka terdapat beberapa pelanggaran yang telah
dilakukan oleh pelaku usaha AMD isi ulang terhadap pemakaian botol galon
AMDK yang masih berlabel, juga mengenai kualitas standar air minum. Pasalpasal
yang telah dilanggar tersebut antara lain Pasal 4 butir a dan c, Pasal 7 butir b
dan d, dan Pasal 8. apabila dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 1999 Tentang Label Dan Iklan Pangan, maka ketentuan yang telah
dilanggar oleh pelaku usaha AMD isi ulang yaitu Pasal 3 Ayat (1) dan (2), Pasal 5
Ayat (1), Pasal 6 Ayat (1), Pasal 12, Pasal 13 Ayat (1) dan Pasal 14.

tanggal : 06-05-2013