Nama : Fadhil Adrian
NPM : 22211559
Kelas : 2EB08
Posting 2 jurnal 1
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN
KONSUMEN
DALAM USAHA AIR MINUM
DEPOT (AMD) ISI
ULANG DITINJAU DARI
UNDANG – UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
OLEH :
GATOT EFDI SAPUTRA
NIM : 030 200 082
DEPARTEMEN : HUKUM
EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
MEDAN
2007
B. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Usaha AMD Isi
Ulang
Konsumen merupakan pihak
yang lemah kedudukannya bila
dibandingkan dengan pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan suatu
aturan yang
dapat melindungi kepentingan konsumen agar tidak dirugikan atau
diperlakukan
sewenang-wenang oleh pelaku usaha. Perlindungan konsumen
dibutuhkan untuk
menyelamatkan daya tawar konsumen terhadap pelaku usaha dan
mendorong
pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggungjawab dalam
menjalankan
kegiatannya. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen menjamin adanya kepastian hukum terhadap segala kebutuhan
konsumen. Atau dengan kata lain, perlindungan konsumen yang
dimaksud
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 merupakan segala upaya yang
menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen
seperti yang tercantum pada Pasal 1 butir (1).
Air minum tergolong komoditi
berisiko tinggi karena dikonsumsi
langsung dan tanpa diolah. Oleh karena itu dibutuhkan regulasi
yang tegas dan
pengawasan yang memadai agar air minum yang dikonsumsi masyarakat
terjamin
mutunya. Usaha AMD isi ulang merupakan salah satu bidang usaha
yang bergerak
dalam hal penyediaan air minum untuk pemenuhan kebutuhan konsumen.
Oleh
karena berhubungan dengan kepentingan konsumen, maka keberadaannya
tidak
terlepas dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan
Konsumen yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Banyaknya pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha AMD isi
ulang terhadap ketentuan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen telah merugikan konsumen. Pemakaian botol galon milik
AMDK yang masih berlabel oleh AMD isi ulang telah melanggar
ketentuan
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,
dimana
pelaku usaha AMD isi ulang telah memberikan keterangan tidak benar
kepada
konsumen. Dengan demikian, konsumen telah dikelabui dan
mendapatkan
informasi yang salah mengenai produk yang dibelinya.
1. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Usaha AMD Isi
Ulang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Perlindungan
Konsumen memberikan perlindungan
kepada setiap konsumen yang merasa dirugikan hak-haknya oleh
pelaku usaha.
Dalam kaitannya dengan produk AMD isi ulang, maka setiap
pelanggaran yang
telah dilakukan oleh pelaku usaha AMD isi ulang dengan mengelabui
konsumen,
yaitu memberikan keterangan tidak benar kepada konsumen maka telah
melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
Aspek hukum perlindungan
konsumen terhadap munculnya usaha
AMD isi ulang dapat dilihat pada beberapa pasal dalam
Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain Pasal 4
butir a dan c,
Pasal 7 butir b dan d, serta Pasal 8.
Pasal 4 butir a
Undang-undang Perlindungan Konsumen memberikan
hak kepada setiap konsumen atas keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Oleh karena itu, produk AMD isi
ulang juga
harus aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat karena berdasarkan
ketentuan itu,
konsumen berhak untuk itu. Undang-undang Perlindungan Konsumen
memberikan perlindungan kepada konsumen agar setiap konsumen yang
mengkonsumsi produk AMD isi ulang terjamin keselamatannya.
Sedangkan pasal
4 butir c memberikan hak kepada konsumen untuk mendapatkan
informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/jasa. Dalam
mengkonsumsi AMD isi ulang, setiap konsumen berhak untuk
mendapatkan
keterangan yang benar dari pelaku AMD isi ulang terhadap produk
yang dibelinya
itu. Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memberikan jaminan
hak
konsumen tersebut. Jadi, Undang-undang Perlindungan Konsumen
memberikan
perlindungan hukum kepada setiap konsumen untuk menuntut haknya
agar
memperoleh keterangan yang benar, jelas dan jujur mengenai produk
AMD isi
ulang yang dibelinya, apakah layak dan aman untuk dikonsumsi serta
telah sesuai
dengan persyaratan kualitas air minum yang telah ditetapkan
pemerintah.
Aspek hukum perlindungan
konsumen dalam ketentuan Pasal 7 butir b
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha
wajib
untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi barang
dan/atau jasa. Ketentuan pasal ini memberikan kewajiban kepada
setiap pelaku
usaha untuk memberikan informasi dan keterangan yang jujur
mengenai barang
dan/atau jasa yang diproduksinya. Begitu juga halnya dengan pelaku
usaha AMD
isi ulang harus mematuhi ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 7
ini, yaitu
dengan memberikan informasi yang benar tentang produk air minum
yang
diproduksinya sesuai kenyataan dan tidak mengelabui konsumen.
Dengan adanya
ketentuan pasal ini maka akan mendorong pelaku usaha untuk bersikap
jujur dan
bertanggung jawab dalam menjalankan usahanya.
Sedangkan PASAL 7 butir d
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
mewajibkan pelaku usaha untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa
yang
diproduksi dan/atau diperdagangkannya. Disini dapat dilihat bahwa
aspek
perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yaitu dengan membebankan kewajiban kepada pelaku usaha
AMD isi
ulang agar produk yang diperdagangkannya terjamin mutunya,
sehingga aman
untuk dikonsumsi masyarakat.
Aspek hukum perlindungan
konsumen terhadap munculnya usaha
AMD isi ulang juga termuat dalam ketentuan Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 8 memberikan
perlindungan
kepada konsumen dengan mencantumkan ketentuan tentang beberapa
perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha, tak terkecuali bagi pelaku usaha
AMD isi ulang .
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, tak terkecuali bagi
pelaku usaha AMD
isi ulang, yaitu setiap pelaku usaha dilarang untuk memproduksi
dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai standar
yang
dipersyaratkan, label tidak sesuai dengan isinya, tidak sesuai
dengan mutu yang
tercantum pada label, dan pencantuman kadaluarsa. Pelaku usaha
juga dilarang
memperdagangkan pangan yang rusak atau tercemar. Beberapa
perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha yang tercantum dalam ketentuan Pasal 8
ini, bertujuan
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen agar mereka aman
dalam
mengkonsumsi AMD isi ulang . dengan adanya beberapa perbuatan yang
dilarang
bagi pelaku usaha AMD isi ulang ini, Undang-Undang Perlindungan
Konsumen
telah memberikan perlindungan hukum kepada konsumen sehingga
konsumen
memiliki kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi
AMD
isi ulang .
Apabila pelaku usaha AMD isi
ulang melanggar pasal-pasal yang
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan
Konsumen, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan dan
hak-haknya telah
dilanggar oleh pelaku usaha dapat mengajukan gugutan sengketa
konsumen
melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) atau melalui
pengadilan
negeri sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Berdasarkan ketentuan Pasal
47 dan 48 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 , disebutkan bahwa tata cara penyelesaian sengketa
konsumen dapat
diajukan melalui dua cara, yaitu :
1. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilaksanakan
melalui Badan
Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK).
2. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang mengacu pada
ketentuan
peradilan umum.
Dengan demikian , bila
terjadi sengketa konsumen maka konsumen
dapat memilih untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan atau di
luar
pengadilan. Apabila para pihak yang bersengketa (konsumen dan
pelaku usaha)
sepakat untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan,
maka
gugatan dapat diajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK)
sesuai ketentuan Pasal 47. penyelesaian sengketa di luar
pengadilan ini dapat
dilakukan dengan cara mediasi, konsiliasi atau arbitrase sesuai
ketentuan Pasal 52
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999.
Namun, apabila gugatan
sengketa konsumen tersebut diajukan melalui
pengadilan maka didasarkan pada ketentuan Pasal 48 jo 45 jo 64
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen . Pasal
menyebutkan
bahwa penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan umum yang
berlaku.
Ketentuan Pasal 48 ini juga
harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45
dimana setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan di
luar
pengadilan maupun melalui pengadilan berdasarkan pilihan sukarela
para pihak
yang bersengketa. Jadi, pilihan penyelesaian sengketa konsumen
didasarkan pada
kesepakatan para pihak secara sukarela. Apabila penyelesaian
sengketa konsumen
dilakukan melalui pengadilan, maka tata caranya berdasarkan pada
hukum acara
perdata. Namun demikian dalam penyelesaian sengketa konsumen
melalui
pengadilan, berlaku asas lex spesialis derogat lex generalis,
yaitu berdasarkan
ketentuan Pasal 64 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan
Konsumen dimana hukum yang
dipakai adalah hukum acara perdata sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen .
jadi dalam
menyelesaikan kasus sengketa konsumen melalui pengadilan, hakim
mengacu
pada ketentuan hukum perdata sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-
Undang Perlindungan Konsumen . Apabila bertentangan dengan
Undang-Undang
Perlindungan Konsumen maka yang digunakan adalah Undang-Undang
Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dengan demikian, maka
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
telah memberikan jaminan kepastian hukum bagi konsumen agar dapat
menuntut
hak-haknya apabila merasa dirugikan oleh pelaku usaha AMD isi
ulang .
2. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Usaha AMD Isi
Ulang Ditinjau Dari PP Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Dan
Iklan Pangan
Terhadap munculnya usaha AMD
isi ulang, terdapat beberapa
pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen dan Peratuan Pemerintah Nomor 69 Tentang
Label Dan
Iklan Pangan yang telah dilakukan oleh pelaku usaha AMD isi ulang.
Pemakaian
botol galon AMDK yang masih berlabel oleh pelaku usaha AMD isi
ulang, hal ini
berarti telah mengelabui konsumen karena isi tidak sesuai dengan
keterangan
yang tertera pada label. Apabila dikaitkan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 69
Tentang Label Dan Iklan Pangan, maka aspek perlindungan hukum
terhadap
munculnya usaha AMD isi ulang dapat dilihat pada beberapa pasal,
diantaranya
yaitu Pasal 3 Ayat 1 dan 2, Pasal 5 Ayat 1, Pasal 6 Ayat 1, Pasal
12, Pasal 13 Ayat
1, dan Pasal 14.
Pasal 3 ayat 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 69 menyebutkan bahwa
“Label pada kemasan berisikan keterangan mengenai pangan yang
bersangkutan”.
Sedangkan pada ayat 2 disebutkan bahwa “Keterangan sebagaimana
dimaksud
pada ayat 1 sekurang-kurangnya : nama produk, daftar bahan yang
digunakan,
berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang
memproduksi atau
memasukkan ke dalam wilayah Indonesia, tanggal, bulan, dan tahun
kadaluarsa”.
Bila dilihat ketentuan pasal
diatas, maka aspek hukum perlindungan konsumen
yang diberikan adalah setiap pelaku usaha memberikan keterangan
yang benar
pada label sehingga konsumen dapat memperoleh informasi yang benar
mengenai
produk yang dibelinya. Pelaku usaha AMD isi ulang yang memakai
botol galon
AMDK telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ini, karena
label yang
ada pada kemasan tidak berisikan keterangan sesuai dengan isinya.
Pada botol
galon tersebut disebutkan mengenai bahan yang digunakan pada
produk AMDK,
sedangkan pada kenyataannya, isi dari botol galon tersebut
bukanlah produk
AMDK melainkan AMD isi ulang. Selain itu pencantuman kadaluarsa
yang ada
pada botol galon juga tidak sesuai dengan isinya. Hal ini jelas
sesuai dengan
keterangan yang tertera pada label. Pemakaian botol galon yang
masih berlabel
bukan miliknya dapat mengelabui dan menyesatkan konsumen.
Pasal 5 ayat 1 menyebutkan
bahwa “Keterangan dan atau pernyataan
tentang pangan dalam Label harus benar dan tidak menyesatkan, baik
mengenai
tulisan, gambar, atau bentuk apapun lainya”. Pasal ini memberikan
kewajiban bagi
pelaku usaha untuk memberikan keterangan yang benar dan jujur pada
label.
Dengan adanya ketentuan
pasal ini maka konsumen dilindungi haknya untuk
mendapatkan informasi yang benar dan tidak menyesatkan. Bila
dilihat ketentuan
pada Pasal 5 ayat 1 ini, maka terdapat dua pelanggaran yang
biasanya dilakukan
oleh pelaku usaha AMD isi ulang. Pertama, pemakaian botol
galon AMDK oleh
AMD isi ulang merupakan suatu pelanggaran karena keterangan yang
ada pada
label tidak benar dan tidak sesuai dengan isinya. Pemakaian botol
galon AMDK
yang masih berlabel oleh pelaku usaha AMD isi ulang berarti telah
menyesatkan
konsumen karena informasi yang diberikan adalah tidak benar,
dimana keterangan
yang tertera pada label tidak sesuai dengan isinya. Keterangan
pada botol galon
tersebut merupakan keterangan untuk produk AMDK sedangkan apabila
botol
galon tersebut diisi dengan produk AMD isi ulang maka keterangan
yang ada
pada label botol galon adalah tidak benar dan tidak sesuai dengan
isinya.
Kedua, penggunaan istilah isi ulang produk AMD isi ulang sering
menimbulkan kesalahpahaman bagi masyarakat. Istilah isi ulang yang
digunakan
oleh pengusaha AMD isi ulang sering diartikan atau dipahami
sebagai pengisian
kembali (refill) atas produk AMDK. Jadi, masyarakat menganggap
bahwa produk
AMD isi ulang yang dibelinya memiliki kualitas yang sama dengan
produk
AMDK dan merupakan refill dari produk AMDK. Hal ini jelas
dapat menyesatkan
konsumen dan menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat, karena
pengertian
isi ulang dapat disamakan dengan refill atau pengisian
kembali. Ini berarti produk
tersebut merupakan produk air minum yang diproduksi dari AMDK dan
dijual
dengan nama yang sama. Tetapi yang terjadi adalah depot air minum
ini bukan
menjual produk dari perusahaan AMDK melainkan merupakan hasil
produksinya
sendiri secara home industri. Jadi keterangan atau istilah
isi ulang yang digunakan
pelaku usaha AMD isi ulang adalah dapat menyesatkan konsumen.
Pasal 6 ayat 1 menyatakan
bahwa “Pencantuman pernyataan tentang
manfaat pangan bagi kesehatan dalam label hanya dapat dilakukan
apabila
didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan”.
Dalam
penjelasan Pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pernyataan
tersebut hanya dapat dicantumkan pada label atau iklan apabila
secara ilmiah hal
tersebut dapat dipertanggungjawabkan, adalah antara lain melalui
uji laboratorium
atau uji klinis. Ketentuan pada Pasal 6 ayat 1 bertujuan agar
pelaku usaha dalam
mencantumkan manfaat pangan bagi kesehatan tidak sewenang-wenang
dan tidak
membohongi konsumen. Ketentuan ini memberikan perlindungan pada
konsumen
agar tidak dikelabui dengan pernyataan-pernyataan kesehatan yang
tidak benar
oleh pelaku usaha. Ketentuan pasal ini juga telah dilanggar oleh
pelaku usaha
AMD isi ulang dengan mencantumkan pada label dan atau memberikan
informasi
yang menyesatkan pada iklan produknya sehingga dapat mengelabui
konsumen.
Pelanggaran ini yaitu dalam
hal penggunaan tanda SNI (Standar Nasional
Indonesia), ozone, UV, halal, standar Departemen Kesehatan dan air
baku.
Pasal 12 menyebutkan bahwa “Dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 3 ayat (2), bagian utama label sekurang-kurangnya memuat :
1. Nama produk;
2. Berat bersih atau isi bersih;
3. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan ke dalam
wilayah Indonesia”.
Dengan mencantumkan hal-hal
di atas maka diharapkan agar
konsumen yang hendak membeli produk tersebut memperoleh informasi
mengenai produk yang akan dikonsumsinya. Produk AMD isi ulang
tidak
mematuhi ketentuan pasal ini, karena keterangan yang tertera pada
label botol
galon AMDK yang berlabel, tetapi menggunakan botol galon yang
tidak berlabel
sama sekali. Bila hal ini terjadi maka dapat juga dikategorikan
melanggar
ketentuan pasal ini, karena keterangan yang tertera pada label
botol galon yang
dipakai pelaku usaha AMD isi ulang tidak memakai botol galon AMDK
yang
berlabel, tetapi menggunakan botol galon yang tidak berlabel sama
sekali. Bila hal
ini terjadi maka dapat juga dikategorikan melanggar ketentuan
pasal ini karena
produk AMD isi ulang tidak mencantumkan label atau keterangan
mengenai
produknya.
Pasal 13 ayat 1 menyebutkan
bahwa “Bagian utama label sekurangkurangnya
memuat tulisan tentang keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 dengan teratur, tidak berdesak-desakan, jelas dan dapat mudah
dibaca”. Aspek
hukum perlindungan konsumen yang diberikan dalam pasal ini yaitu
dengan
mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan keterangan mengenai
produknya
secara jelas sehingga tidak terjadi kesalahpahaman atau kekeliruan
pada
konsumen dalam membaca atau memahaminya. Apabila dilihat ketentuan
pada
pasal ini, maka penulisan keterangan mengenai produk AMD isi ulang
adalah
tidak tercantum pada kemasan botol galon karena yang tertera
adalah keterangan
mengenai produk AMDK.
Pasal 14 menyebutkan bahwa
“Bagian utama Label sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 harus ditempatkan pada isi kemasan pangan
yang paling
mudah dilihat, diamati dan/atau dibaca oleh masyarakat pada
umumnya”.
Mengenai ketentuan pasal
ini, aspek hukum perlindungan konsumen yang
diberikan yaitu dengan memberikan kewajiban bagi pelaku usaha
untuk memuat
label pada tempat yang mudah dilihat oleh konsumen. Dengan
demikian akan
memudahkan konsumen untuk mengetahui dan membaca mengenai
informasi atas
produk yang dibelinya. Berkaitan dengan ketentuan pasal ini, maka
pelaku usaha
AMD isi ulang jelas telah melanggar ketentuan atau mencantumkan
label
keterangan mengenai produknya melainkan label yang tercantum pada
galon
adalah label AMDK. Selain itu, pelanggaran dapat juga dilakukan
oleh pelaku
usaha yang tidak menggunakan botol galon AMDK yang masih berlabel.
Dalam
hal ini, pelanggaran yang dilakukan adalah pada botol galon
tersebut tidak
dicantumkan label sama sekali atau bila mencantumkan label tetapi
pada tempat
yang sulit dilihat atau dibaca.
Berdasarkan ketentuan
pasal-pasal di atas maka terhadap pelanggaran
yang dilakukan oleh pelaku usaha AMD isi ulang dapat diajukan
gugatan ke
pengadilan negeri. Penyelesaian sengketa konsumen yang diajukan
melalui badan
peradilan umum ini tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang
Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang diatur dalam Pasal
48 jo 45 jo
64, dimana berlaku asas lex spesialis derogat lex generalis.
Tanggal : 06-05-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar