Senin, 06 Mei 2013

Posting 4 jurnal 1 ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM USAHA AIR MINUM DEPOT (AMD) ISI ULANG DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Nama : Fadhil Adrian
NPM : 22211559
Kelas : 2EB08
Posting 4 jurnal 1
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
DALAM USAHA AIR MINUM DEPOT (AMD) ISI
ULANG DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
OLEH :
GATOT EFDI SAPUTRA
NIM : 030 200 082
DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN
KONSUMEN DI INDONESIA
A. Hukum perlindungan konsumen
Setiap manusia pada dasarnya membutuhkan barang dan/atau jasa untuk
memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia sangat beraneka ragam dan dapat
dibedakan atas berbagai macam kebutuhan. Jika dilihat dari tingkatannya, maka
kebutuhan konsumen dapat terbagi menjadi tiga yaitu kebutuhan primer, sekunder
dan tersier. Selain itu, kebutuhan manusia juga dapat dibagi menjadi kebutuhan
jasmani dan rohani.
Dengan adanya bermacam-macam dan berbagai jenis kebutuhan tersebut
maka setiap manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik
berupa barang maupun jasa. Berbagai kebutuhan tersebut ditawarkan oleh pelaku
usaha sehingga tercipta hubungan timbal balik antara konsumen dan pelaku usaha
serta saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Aneka ragam barang
dan/atau jasa yang ditawarkan oleh para pelaku usaha kepada konsumen sebagai
sebuah hubungan timbal balik.10
Terdapat saling ketergantungan dan membutuhkan antara konsumen dan
pelaku usaha, sehingga sudah seharusnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha
berada pada posisi yang seimbang. Namun dalam kenyataannya, kedudukan
konsumen dan pelaku usaha tidaklah seimbang. Konsumen seringkali berada pada
10 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata
Hukum, cet . V, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989), hal . 43 .
posisi atau kedudukan yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku
usaha.11
Salah satu yang menyebabkan kedudukan konsumen lebih lemah bila
dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha adalah konsumen pada umumnya
kurang mendapatkan akses informasi dan/atau informasi yang benar, jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan dari suatu barang atau jasa.12
Dari uraian di atas, dapat di ketahui bahwa kedudukan konsumen berada
pada posisi yang lebih lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha.
Ketidakseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha inilah yang
menyebabkan pentingnya suatu perlindungan konsumen ditegakkan dan
Konsumen tidak
memiliki kesempatan dan sarana yang cukup untuk mengakses berbagai informasi
yang dibutuhkan dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan suatu barang
dan/atau jasa. Hal ini dapat terjadi karena pelaku usaha sebagai pihak yang
memproduksi dan menawarkan barang dan/atau jasa tidak memberikan informasi
yang jelas mengenai keadaan, cara penggunaan atau jaminan atas barang dan/atau
jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Bahkan seringkali, pelaku usaha
memberikan informasi yang menyesatkan, mengelabui atau tidak jujur kepada
konsumen demi kepentingan sepihak untuk memperoleh keuntungan yang
semaksimal mungkin tanpa memperdulikan konsumen. Kurangnya informasi dan
akses informasi ini mempunyai dampak yang cukup besar bagi konsumen,
terutama dalam memperoleh kenyamanan, keamanan, keselamatan dan/atau
kesehatan dalam mengkonsumsi suatu barang dan/atau jasa.
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Undang-undang Nomor
8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sehingga konsumen berada pada
posisi yang seimbang dengan kedudukan pelaku usaha.
B. Sejarah Perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen di
Indonesia
Secara historis perlindungan konsumen diawali dengan adanya gerakangerakan
konsumen pada diakhir abad ke-19 yaitu saat terbentuknya Liga
Konsumen untuk pertama kalinya di New York pad atahun 1891.13
Dalam perkembangan hukum perlindungan konsumen, telah diatur
dalam resolusi PBB Nomor 39/248 tahun 1985 . Dalam resolusi ini kepentingan
konsumen yang harus dilindungi meliputi :
Dalam perkembangannya gerakan konsumen terus bangkit, tidak hanya di negara maju saja tetapi juga menyebar sampai ke negara dunia ketiga. Organisasi-organisasi
konsumen bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga semakin
diperhitungkan keadaannya. Mereka ikut dilibatkkan dalam perundinganperundingan
organisasi perdagangan dunia (WTO). Kebijakan konsumen dan
proteksi kesehatan konsumen saat ini sudah terintegrasi di banyak negara,
termasuk negara dunia ketiga.

a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan
keamanan.
b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen.
c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan
kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan
kehendak dan kebutuhan pribadi.
d. Pendidikan konsumen.
e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif.
f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.

Sebelum lahirnya Undang-undang tentang perlindungan konsumen,
terdapat beberapa aturan yang berhubungan dengan konsumen namun masih
dalam pengertian konsumen secara luas, seperti Undang-undang Nomor 10 tahun
1961 tentang barang, Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok
kesehatan, Undang-undang Nomor 11 tahun 1962 tentang hygiene untuk usaha
bagi umum, Undang-undang Nomor 2 tahun 1966 tentang hygiene, dan lain-lain.
Peraturan-peraturan tersebut secara tidak langsung memberi perlindungan kepada
masyarakat termasuk pengertian konsumen tetapi belum mengatur secara khusus
dinyatakan dalam fungsinya sebagai konsumen.15
Masalah perlindungan konsumen baru mulai terdengar pada tahun 1970-
an di Indonesia yang ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) pada Mei 1973.Sejak saat itu suara untuk melindungi
konsumen dan mewujudkan Undang-undang Perlindungan Konsumen makin
gencar dilakukan, misalnya melalui pembahasan ilmiah atau non ilmiah, seminar31
seminar serta penelitian mengenai perlindungan konsumen. Untuk mengingat
sejarahnya, beberapa di antara kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Seminar Pusat Studi Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
tentang Masalah Perlindungan Konsumen (15-16 Desembar 1975).
b. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI, Penelitian
tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia (proyek tahun 1979-1980).
c. BPHN – Departemen Kehakiman, Naskah Akademis Peraturan Perundangundangan
tentang Perlindungan Konsumen (proyek tahun 1980-1981).
d. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Perlindungan Konsumen Indonesia,
suatu sumbangan pemikiran tentang rancangan Undang-undang Perlindungan
Konsumen (tahun 1981)
e. Departemen Perdagangan RI bekerja sama dengan Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Rancangan Undang-undang tentang Perlindungan
Konsumen (tahun 1992).
f. Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, rancangan Undang-undang
Perlindungan Konsumen (tahun 1997).
g. DPR – RI, Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif DPR tentang Undangundang
Perlindungan Konsumen, Desember 1998.
Selain pembahasan-pembahasan yang telah disebutkan di atas, juga
terdapat berbagai seminar, ceramah-ceramah dan penyuluhan yang berkaitan
dengan masalah perlindungan konsumen. Sayangnya usaha-usaha yang dilakukan
YLKI kurang mendapat dukungan dari masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah
di masa orde baru. Pemerintah orde baru lebih cenderung pada pemberdayaan
pelaku usaha dan mengabaikan pemberdayaan konsumen. Namun setelah
pemerintahan berganti, usaha memperjuangkan hak konsumen mulai
menampakkan hasil. Akhirnya, konsumen Indonesia boleh bangga karena mulai
20 April 2000 hak mereka mulai diakui secara legal seiring dengan
diberlakukannya Undang-undang No. 8 tahun 1999 mengenai Perlindungan
Konsumen. Bagi aktivis gerakan konsumen, ini adalah sebuah babak baru dari
perjuangan mereka setelah 25 tahun memperjuangkannya.18
Dalam memberikan pengertian dan batasan hukum perlindungan
konsumen, terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan perlindungan
konsumen. Pengertian hukum konsumen menurut Az. Nasution adalah
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah
penyediaan dan penggunaan produk barang dan/atau jasa, antara penyedia dan
penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.
Undang-undang Perlindungan Konsumen diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat bagi
konsumen untuk menuntut hak-haknya.
C. Pengertian Dan Batasan Hukum Perlindungan Konsumen

Sedangkan batasan hukum perlindungan konsumen sebagai bagian
khusus dari hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah
yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah
penyediaan dan pengunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya,
dalam kehidupuan bermasyarakat.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2001 tentang Badan Perlindungan
Konsumen Nasional memberikan defenisi perlindungan konsumen, yaitu segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.
a. Dapat ditanggulanginya hubungan-hubungan hukum dan masalah-masalah
yang berkaitan dengan konsumen dan penyedia produk konsumen.
Setelah diterbitkannya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, hukum umum (general law) masih tetap
digunakan dalam mengatasi masalah perlindungan konsumen. Penerbitan hukum
umum, tidak ditujukan khusus untuk perlindungan konsumen namun dapat
digunakan dan memiliki segi-segi positif dan negatif. Segi positif dari penggunaan
peraturan-peraturan yang ada adalah :
b. Berarti kedudukan konsumen dan penyedia produk konsumen adalah sama di
depan hukum.
Sedangkan segi negatifnya adalah :
a. Pengertian dan istilah yang digunakan di dalam peraturan Perundangundangan
yang ada tidak selalu sesuai dengan kebutuhan konsumen.
b. Kedudukan hukum yang sama antara konsumen dan penyedia produk
konsumen (pengusaha) menjadi tidak berarti apa-apa, karena posisi konsumen
tidak seimbang, lemah dalam pendidikan, ekonomis dan daya tawar,
dibandingkan dengan pengusaha.
c. Prosedur dan biaya pencarian keadilannya, belum mudah, cepat dan biayanya
murah sebagaimana dikehendaki perundang-undangan yang berlaku.

Tanggal : 06-05-2013

Posting 3 jurnal 1 ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM USAHA AIR MINUM DEPOT (AMD) ISI ULANG DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Nama : Fadhil Adrian
NPM : 22211559
Kelas : 2EB08
Posting 3 jurnal 1
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
DALAM USAHA AIR MINUM DEPOT (AMD) ISI
ULANG DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
OLEH :
GATOT EFDI SAPUTRA
NIM : 030 200 082
DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007

C. Peranan Pemerintah Dalam Rangka Pengawasan Terhadap
Munculnya Usaha AMD Isi Ulang
Air minum yang dijual oleh pengusaha AMD isi ulang seharusnya
ditujukan hanya untuk konsumen lokal. Maksudnya adalah produk AMD isi ulang
yang diproduksi secara home industri tersebut, peredarannya terbatas hanya untuk
dijual di daerah atau wilayahnya saja dan tidak dapat dipasarkan secara nasional.
Hal ini merupakan salah satu yang membedakan antara produk AMD isi ulang
dengan produk AMDK. Meskipun air minum dari Depot ini dapat memenuhi
persyaratan mutu dan kualitas air minum sesuai dengan yang dipersyaratkan
Keputusan Menteri Kesehatan, Kepmenkes Nomor 507/Menkes/SK/VII/2002,
tetapi sarana ini tidak dapat memenuhi persyaratan proses sesuai dengan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
705/MPP/Kep/11/2003 yang antara lain mempersyaratkan adanya laboratorium
untuk menguji AMDK secara rutin. Oleh karena itu, AMD isi ulang tidak boleh
dikategorikan sebagai AMDK. AMD isi ulang hanya boleh sebatas menjual air
minum, dan kalaupun menggunakan botol galon maka ini hanya merupakan
wadah yang kemudian diantar ke konsumen untuk langsung dipasang di
dispensernya. AMD isi ulang seharusnya dikonsumsi segera dan tidak untuk
disimpan dalam jangka waktu yang lama. Karena persyaratan teknis industrinya
yang berbeda dengan AMDK, maka produknya tidak boleh dikemas tertutup,
disegel, diberi label sebagai AMDK dan dijual secara terbuka karena hal ini
merupakan pelanggaran hukum dari Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 705/MPP/Kep/11/2003.
Mengingat penjualan air minum ini sifat peredarannya lokal, sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan, Kepmenkes Nomor
507/Menkes/SK/VII/2002, maka pengawasan mutu air minum produksi AMD isi
ulang hendaknya dilakukan oleh masing-masing Dinas Kesehatan yang ada di
Kabupaten atau Kota. Untuk menjamin bahwa hanya AMD isi ulang yang
memenuhi syarat yang dapat beroperasi di masing-masing Kabupaten atau Kota,
maka seharusnya Pemerintah Kabupaten atau Kota, mengatur perizinan usaha
AMD isi ulang dan memantaunya secara ketat sesuai dengan persyaratan yang
telah ditetapkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan, Kepmenkes Nomor
507/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air
minum, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) tidak berwenang
melakukan pengawasan karena wewenangnya ada pada Dinas Kesehatan
setempat. Namun demikian permasalahan yang timbul yaitu, belum adanya
Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang keberadaan air isi ulang
sehingga Dinas Kesehatan belum dapat berbuat apa-apa. Belum adanya peraturan
yang mengharuskan setiap pengusaha AMD isi ulang memeriksakan produknya
secara periodik, mengakibatkan tidak terjaminnya produk AMD isi ulang tersebut.
Peranan pemerintah dalam rangka pengawasan terhadap munculnya
usaha AMD isi ulang yaitu dengan mengeluarkan beberapa peraturan seperti
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) maupun Keputusan Menteri
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Kepmendeperindag) yang terkait
dengan usaha AMD isi ulang . Namun hal tersebut belumlah cukup, pemerintah
juga harus mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang perizinan AMD isi
ulang sehingga nantinya Dinas Kesehatan Kota akan mempunyai senjata untuk
menangani kasus-kasus yang sering terjadi berkaitan dengan pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha AMD isi ulang.
Mengingat konsumen harus dilindungi dari hal-hal yang tidak
diinginkan berkaitan dengan air minum dari AMD isi ulang, maka kesadaran
konsumen untuk memperoleh air minum yang memenuhi syarat kesehatan harus
selalu ditingkatkan. Dalam hal ini peranan pemerintah (melalui Dinas Kesehatan)
dapat dilakukan dengan mengadakan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat.
Konsumen perlu diberitahu bagaimana memilih AMD isi ulang yang memenuhi
syarat, misalnya membeli AMD isi ulang yang bersih, produknya memenuhi
syarat seperti ditunjukkan oleh sertifikat analisis air yang mutakhir, instalasinya
jauh dari tempat yang kotor dan kumuh, dan informasi penting lainnya yang harus
diketahui oleh konsumen. Konsumen juga perlu diberitahu bahwa kontamisasi
silang karena wadah yang kotor dapat saja terjadi. Dengan demikian wadah atau
botol galon untuk air minum harus selalu bersih dan dibersihkan di Depot Air
Minum dengan seksama dan dibilas dengan air minum pula.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Untuk itu dari seluruh pemaparan tentang aspek hukum perlindungan
konsumen dalam usaha air minum depot (AMD) isi ulang ditinjau dari Undang-
Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka ditarik
kesimpulan sebagai berikut :

1. Konsumen sebagai pihak yang umumnya berkedudukan lebih lemah bila
dibandingkan dengan pelaku usaha, sering kali memiliki beberapa
permasalahan. Munculnya usaha AMD isi ulang sebagai alternatif pilihan
bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhan akan air minum telah
menimbulkan beberapa permasalahan bagi konsumen. Permasalahan yang
dihadapi konsumen antara lain mengenai kualitas dari AMD isi ulang, apakah
aman dan layak untuk dikonsumsi, sering terjadinya kesalahpahaman
(misleading) pada konsumen mengenai penggunaan istilah “isi ulang” dan
juga pelaku usaha AMD isi ulang mengelabui konsumen dengan memberikan
informasi yang tidak benar mengenai produk AMD isi ulang tersebut, seperti
dalam hal pemakaian botol galon AMDK yang masih berlabel.

2. Aspek hukum perlindungan konsumen terhadap usaha AMD isi ulang
ditinjau dari Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tentang Label
dan Iklan Pangan dapat dilihat pada beberapa pasal yang mengatur tentang
keberadaan pelaku usaha AMD isi ulang, antara lain tentang larangan
pemakaian label yang tidak sesuai dengan isinya (isi harus sesuai dengan
keterangan yang tertera pada label), kewajiban untuk memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur kepada konsumen serta jaminan bahwa produk
AMD isi ulang tersebut layak dan aman untuk dikonsumsi. Aspek hukum
perlindungan konsumen berkaittan dengan usaha AMD isi ulang ini diatur
dalam pasal 4 butir a dan c, pasal 7 butir b dan d, pasal 8 Undang-undang
Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen serta pasal 3 ayat 1 dan
2, pasal 5 ayat 1, pasal 6 ayat 1, pasal 12, pasal 13 ayat 1, dan pasal 14
Peraturan Pemerintah Nomor 69 tentang Label dan Iklan Pangan.

3. Peranan pemerintah dalam rangka pengawasan terhadap munculnya usha
AMD isi ulang dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, dengan
mengeluarkan beberapa peraturan yang terkait dengan usaha AMD isi ulang
seperti Keputusan Menteri Kesehatan, Kepmenkes Nomor
507/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air
minum, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 705/MPP/Kep/11/2003 tentang persyaratan teknis industri
air minum dalam kemasan dan perdagangannya. Kedua, dengan melakukan
penyuluhan dan edukasi bagi konsumen tentang pentingnya produk AMD isi
ulang yang memenuhi syarat dan standar kesehatan serta layak dan aman
untuk dikonsumsi. Ketiga, membuat Perda tentang perizinan AMD isi ulang
agar Dinas Kota sebagai pihak yang berwenang melakukan pengawasan,
sesuai dengan Kepmenkes Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002, memiliki
senjata untuk menangani kasus yang berkaitan dengan usaha AMD isi ulang.
B. Saran
Terhadap munculnya usaha AMD isi ulang dan permasalahan yang timbul,
maka beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :

1. Munculnya AMD isi ulang merupakan alternatif pilihan bagi konsumen
dengan harga yang lebih murah, oleh karena itu keberadaannya harus diatur
dan dibina oleh pemerintah, agar standar keamanan produk dapat dipenuhi
oleh pelaku usaha AMD isi ulang.

2. Instansi pemerintah wajib melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu dan
hasilnya harus diumumkan kepada publik, baik mengenai keamanan produk
maupun praktek usahanya.

3. Bagi setiap pelaku usaha yang ingin membuka usaha AMD isi ulang harus
melalui perizinan yang ketat mengenai apa yang harus dipenuhi oleh depot
berkaitan dengan prosedur dan izin usahanya serta mutu atau kualitas produk
yang dihasilkan.

4. Bagi konsumen yang memakai produk AMD isi ulang, maka harus cermat dan
perlu diberitahu bagaimana memilih AMD isi ulang yang memenuhi syarat
kesehatan melalui penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan setempat.

DAFTAR PUSTAKA
Buku Bacaan

Abdullah, Imam Baehaqia . Menggugat Hak-Panduan Konsumen Bila Dirugikan .
Jakarta : YLKI , 1990 .
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Keh) .
Simposium akiman (BPHN Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan
Konsumen . Jakarta : Binacipta , 1986 .
Darus, Mariam . Perlindungan Konsumen Dilihat Dari Perjanjian baku (Standar)
. Kertas Kerja pada Simposiun Aspek-Aspek Hukum Masalah
Perlindungan Konsumen . Jakarta : 1980 .
Kotler , Philip . Manajemen Pemasaran ; Analisis , Perencanaan , Implementasi ,
dan Pengendalian (Marketing Management ; Analysis , Planning ,
Implementation , and Control) , diterjemahkan oleh Adi Zakaria Afiff .
Vol . II . Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI , 1993 .
Nasution, Az . Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar . Cet . 1 .
Jakarta : Daya Widya , 1999 .
______ . “Perlindungan Konsumen; Tinjauan Singkat UU No. 8/1999-LN 1999
No. 42.”
______ . Konsumen dan Hukum . Cet . 1 . Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995 .
Purbacaraka, Purnadi dan Soejono Soekanto . Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata
Hukum . Cet . V. Bandung : Citra Aditya Bakti , 1989 .
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, P. T. Grasindo, Jakarta,
2000.
Shofie, Yusuf .Percakapan Tentang Pendidikan Konsumen Dalam Kurikulum
Fakultas Hukum . Jakarta : YLKI , 1998 .
______ . Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya . Cet . 2 .
Bandung : PT Citra Aditya Bakti , 2003 .
Sidabolak, janus. Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, P. T. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2006.
Sudaryatmo . Konsumen Menggugat . Cet . 1 . Jakarta : Piramedia , 2003 .
96
Susilo, Zumrotin K . Penyambung Lidah Konsumen . Cet . I . Jakarta : Puspa
Swara , 1996 .
Susilobudi , Addy . “Ketersediaan Air Bersih dan Sehat Bagi Masyarakat.” Link
(15 September 2000) : 13 .
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidkan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Edisi Kedua
. Cet . 9 . Jakarta : Balai Pustaka, 1997 .
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani . Hukum Tentang Perlindungan Konsumen .
Cet . 3 . Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003 .
Peraturan Perundang-undangan
Departemen Kesehatan . Keputusan Menteri Kesehatan Tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum . Kepmenkes No.
907/Menkes/SK/VII/2002 .
______ . Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan
dan Kualitas Air . Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990 .
Departemen Perindustrian dan Perdagangan . Peraturan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Tentang Persyaratan Teknis Industri Air minum Dalam
Kemasan dan Perdagangannya . Kepmenperindag No.
705/MPP/Kep/11/2003.
Indonesia . Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen . UU No. 8 Tahun
1999 , LN No. 8 tahun 1999 , TLN No. 3821 .
______ . Peraturan Pemerintah Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
PP No. 57 tahun 2001 , LN No. 102 .
______ . Peraturan Pemerintah Tentang Label dan Iklan Pangan . PP No. 69
tahun 1999 , LN No. 131 tahun 1999 .
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) . Diterjemahkan
oleh R . Subekti dan R. Tjitrosudibio . Cet . 8 . Jakarta : Pradnya Paramita
, 1976 .
Majalah/ Koran
Sularsi . “Mewaspadai Depot Air Minum Isi Ulang.” Warta Konsumen (Agustus
2002) : 30-31 .
Suprihatin dan Hening Darpito . “Air Minum Isi Ulang Layakkah Dikonsumsi.”
Femina (Maret 2004) : 83 .
Waspodo, Ingrid S . “Ingin Sehat, Langsing dan Berkulit Mulus Air Rahasianya.”
Bonus Femina No. 28/XXVIII (20-26 Juli 2000) : 15 .
Internet
www.tempo interaktif.co.id, ”Pengusaha Sambut Baik Kepmen Perdagangan Air
Minum.” 3 maret 2003.