Nama : Fadhil Adrian
NPM : 22211559
Kelas : 2EB08
Posting 5 jurnal 1
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN
KONSUMEN
DALAM USAHA AIR MINUM
DEPOT (AMD) ISI
ULANG DITINJAU DARI
UNDANG – UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
OLEH :
GATOT EFDI SAPUTRA
NIM : 030 200 082
DEPARTEMEN : HUKUM
EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
MEDAN
2007
D. Pihak-Pihak Dan Istilah Yang Terkait Dengan Hukum
Perlindungan Konsumen
1. Konsumen
Dalam hukum positif, masih
sangat sedikit peraturan perundangundangan
yang menyebutkan tentang konsumen. Salah satunya adalah
Undangundang
Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang menyebutkan kata konsumen
dalam ketentuan pidananya. Namun demikian, tidak diberikan
defenisi/batasan
yang jelas mengenai konsumen.
Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika)
atau
consument/konsument (Belanda).23
Secara harfiah arti kata consumer adalah“(lawan dari
produsen) setiap orang yang menggunakan barang”. Sedangkan menurut Kamus Bahasa
Inggris-Indonesia, consumer adalah “pemakai atau
konsumen”.
Setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 mendefenisikan
konsumen sebagai berikut :
a. Setiap orang
Bila dilihat dari pengertian di atas, maka terdapat 4 (empat)
unsur utama
yang membentuk pengertian tentang konsumen yaitu :
Yang dimaksud dengan setiap orang yaitu perseorangan dan bukan
badan
hukum atau pribadi hukum.
b. Pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat.
Barang dan/atau jasa yaitu dapat diperoleh di tempat umum,
misalnya pasar,
supermarket dan toko.
c. Untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain atau
makhluk hidup lain.
Barang dan/atau jasa yang digunakan, dipakai, dimanfaatkan untuk
kepentingan konsumen dan keluarga konsumen, orang lain (teman) dan
makhluk hidup (binatang peliharaan).
d. Tidak untuk diperdagangkan.
Barang dan/atau jasa digunakan, dipakai, dimanfaatkan tidak untuk
tujuan
komersil.
Pengertian konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian,
terdiri atas :
a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau jasa
pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.
b. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat
barang
dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang/jasa lain
atau untuk
memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersil.
c. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat
barang
dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri,
keluarga atau
rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
Selanjutnya, istilah konsumen yang digunakan dalam bab ini dan
babbab
selanjutnya adalah konsumen dalam pengertian konsumen akhir.
1. Hak-Hak Konsumen
Hak-hak konsumen dalam praktek sehari-hari sering diabaikan dan
tidak
diterapkan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan karena
ketidaktahuan atau
keengganan konsumen untuk memanfaatkannya. Di lain pihak, masih
banyak
produsen yang bertindak semena-mena dibalik ketidakberdayaan dan
ketidaktahuan konsumen tersebut.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, hak adalah kekuasaan untuk
berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh Undang-undang atau
kekuasaan yang
benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu. Sedangkan Soerjono
Soekanto,
dan Purnadi Purwacaraka, dalam bukunya “Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan
Tata
Hukum”, hak adalah peranan atau role yang bersifat fakultatif
karena boleh tidak
dilaksanakan.26
Hak-hak yang dapat melindungi konsumen tersebut diperjuangkan oleh
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dikenal dengan nama Panca
Hak Konsumen yang terdiri atas :
a. Hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan
Konsumen memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keamanan
dan keselamatan dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa tertentu
apabila terjadi suatu hal yang dapat membahayakan kesehatan dan
keamanan tubuh, serta keselamatan jiwanya.
b. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan jujur
Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar,
jujur
serta lengkap dari suatu produk barang atau jasa. Hak ini
merupakan
perlindungan bagi konsumen terhadap informasi yang mengelabui,
menyesatkan, atau menipu.
c. Hak untuk memilih barang atau jasa yang dibutuhkan
Konsumen memiliki hak untuk memilih barang atau jasa sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingannya, namun konsumen tetap mendapatkan
jaminan mutu dan pelayanan yang memuaskan. Dengan pemenuhan hak
ini
diharapkan konsumen terhindar dari kerugian.
d. Hak untuk didengar pendapatnya
Konsumen berhak untuk menyampaikan pendapat dan masalahnya secara
pribadi atau bersama-sama, baik mengenai hal-hal yang merugikan
mereka
maupun hal-hal yang dianggap dapat menimbulkan kerugian bagi diri
mereka.
e. Hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat
Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan
sehat, yang menjamin ketenangan, kenyamanan, dan kesehatan
hidupnya
beserta keluarga. Konsumen harus dilindungi apabila lingkungan
tempat ia
tinggal atau melakukan aktivitasnya tercemar oleh kegiatan
Industri yang
dilakukan oleh produsen atau pengusaha tertentu.
Dalam perkembangan kemudian, hak-hak konsumen berkembang lebih
lanjut dari Panca Hak Konsumen dengan penambahan satu hak konsumen
yang
tak kalah pentingnya, yaitu :
f. Hak untuk mendapatkan ganti rugi
Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi apabila ia
berada
pada posisi yang dirugikan oleh produsen atau pengusaha. Hal ini
berdasarkan pertimbangan bahwa hubungan antara produsen dan
konsumen
merupakan hubungan yang saling menguntungkan sehingga tidak
seharusnya kedudukan salah satu pihak justru dirugikan dengan
adanya
hubungan tersebut.
Selain itu, mengenai hak-hak
konsumen juga diatur dalam Pasal 4
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
antara lain
hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang
dan/atau jasa, hak memilih barang dan/atau jasa, memperoleh
informasi yang
benar dan jujur, mendapatkan perlindungan serta mendapatkan ganti
rugi atau
kompensasi.
2. Tanggung Jawab Konsumen
Selain memiliki hak, sebagi subjek hukum konsumen juga memiliki
tanggung jawab yang harus dilaksanakannya. Dalam melaksanakan
tanggung
jawabnya, terkandung pemenuhan kewajiban bagi konsumen yang harus
dilaksanakannya sebelum menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
Kewajiban konsumen yaitu untuk membayar harga barang dan/atau jasa
yang telah dibelinya dalam setiap transaksi sesuai dengan
kesepakatan antara
konsumen dengan produsen atau pengusaha. 5 (lima) hal yang
merupakan
tanggung jawab konsumen sebagai ikhtiar tercapainya perlindungan
konsumen
adalah :28
Keberanian konsumen bertindak atas dasar kesadaran diri sendiri,
bertujuan
a). Bersikap kritis
Sikap kritis dalam berkonsumsi merupakan suatu sikap hidup yang
baik
untuk menghindarkan kerugian serta penyesalan yang mungkin timbul
di
kemudian hari. Konsumen sangat diharapkan dapat bertanggung jawab
untuk bertindak lebih waspada dan kritis, baik terhadap harga
maupun mutu
barang atau jasa yang digunakan, serta akibat lain yang mungkin
ditimbulkan.
b). Berani bertindak
untuk memperkuat posisi konsumen agar konsumen diperlakukan secara
adil
oleh produsen atau pengusaha, serta mendapat perhatian lebih dari
pemerintah.
c). Memiliki kepedulian sosial
Perilaku berkonsumsi konsumen hendaknya tidak berlebihan agar
tidak
menimbulkan kecemburuan sosial. Konsumen perlu mempertimbangkan
sikap berkonsumsinya, terutama akibatnya terhadap masyarakat
sekitar.
d). Tanggung jawab terhadap lingkungan hidup
Dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa, khususnya yang
mempunyai
akses bagi pencemaran alam sekitar, hendaknya konsumen
mempertimbangkan dan memperhitungkan pula dampaknya terhadap
lingkungan hidup.
e). Memiliki rasa setia kawan
Rasa setia kawan diperlukan dalam rangka menggalang kekuatan guna
mempengaruhi dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan konsumen.
Tujuannya agar produsen atau pedagang tidak lagi dapat berbuat
seenaknya
terhadap konsumen, sehingga diharapkan hak-hak konsumen dapat
lebih
terlindungi dan kerugian konsumen dapat diminimalisasi.
Selain itu, mengenai kewajiban konsumen juga diatur dalam Pasal 5
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
antara lain
mengikuti petunjuk pemakaian barang dan/atau jasa, beritikad baik
dalam
melakukan transaksi, membayar sesuai nilai tukar yang disepakati
serta mengikuti
upaya penyelesaian sengketa secara patut.
2. Pelaku Usaha
Istilah pelaku usaha umumnya
lebih dikenal dengan sebutan pengusaha.
Pengusaha adalah setiap orang atau badan usaha yang menjalankan
usaha
memproduksi, menawarkan, menyampaikan atau mendistribusikan suatu
produk
kepada masyarakat luas selaku konsumen. Pengusaha memiliki arti
yang luas,
tidak semata-mata membicarakan produsen, tetapi juga pedagang
perantara atau
pengusaha.29
Setiap orang perseorangan
atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam
berbagai bidang ekonomi.
Sedangkan pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka (3)
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
adalah :
a. Setiap orang perseorangan atau badan usaha.
Bila dilihat dari pengertian di atas, maka terdapat 4 (empat)
unsur yang
terkandung dalam pengertian pelaku usaha yaitu :
Yang termasuk badan usaha menurut pengertian ini adalah badan
usaha yang
berbentuk badan hukum dan tidak berbadan hukum.
b. Secara sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian.
Beberapa macam pelaku usaha yaitu :
29 Mariam Darus, Perlindungan Konsumen Dilihat Dari Perjanjian baku :
1. Orang perorangan
2. Badan usaha
3. Orang perseorangan dengan orang perseorangan lain
4. Orang perseorangan dengan badan usaha
5. Badan usaha dengan badan usaha
yang termasuk kegiatan usaha melalui perjanjian adalah huruf c
sampai
dengan e.
c. Menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi
Terdapat batasan yang membedakan antara pelaku usaha dengan pelaku
usaha
kegiatan lain, yaitu yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah
mereka yang
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
d. Didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum
negara Republik Indonesia.
Maksudnya adalah orang
perseorangan atau badan hukum tersebut
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia. Khusus badan usaha, tidak harus didirikan dan
berkedudukan di wilayah Republik Indonesia.
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menyebutkan tiga kelompok
pengusaha (pelaku usaha, baik privat maupun publik). Ketiga
kelompok pelaku
usaha tersebut terdiri dari :
a. Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai
kepentingan usaha. Seperti perbankan, penyedian dana dan lain
sebagainya.
b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang
dan/atau
jasa dari barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan
tambahan atau
bahan-bahan lainnya). Seperti badan usaha/perorangan yang
berkaitan dengan
pangan, sandang, obat-obatan dan lain sebagainya.
c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau
memperdagangkan
barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang
retail, toko,
supermarket, pedagang kaki lima dan lain sebagainya.
Pelaku usaha dan konsumen
merupakan para pihak yang saling
membutuhkan satu dengan yang lainnya. Pelaku usaha menyadari bahwa
kelangsungan hidup usahanya tergantung pada konsumen. Demikian
juga halnya
konsumen yang tergantung pada pelaku usaha dalam pemenuhan
kebutuhannya.
Oleh karena itu, keseimbangan dalam berbagai segi menyangkut
kepentingan
kedua belah pihak merupakan hal yang ideal.
a. Hak-Hak Pelaku Usaha
Dalam menjalankan usahanya,
pelaku usaha memiliki hak untuk
memproduksi suatu barang dan/atau jasa sesuai dengan keahlian dan
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selaku konsumen.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999, dalam Pasal 6 diatur
mengenai hak-hak pelaku usaha, antara lain hak untuk menerima
pembayaran
sesuai dengan kesepakatan, mendapatkan perlindungan hukum,
melakukan
pembelaan diri dan rehabilitasi nama baik serta hak-hak lainnya
yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
b. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Dalam memproduksi barang
dan/atau jasa, pelaku usaha tidak hanya
semata-mata mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi juga
harus
memperhatikan kepentingan konsumen. Oleh karena itu, selain
memiliki hak,
pelaku usaha juga dituntut akan tanggung jawabnya. Pelaku usaha
bertanggung
jawab atas hasil produksinya baik berupa barang maupun jasa.
Dewasa ini, dari pelaku usaha juga dituntut mengenai tanggung
jawab
sosial (social responsibility) atas masalah-masalah sosial (social
problems).
Artinya, selain ia harus bertanggung jawab terhadap perusahaan, ia
juga harus
bertanggung jawab atas masalah-masalah yang timbul di masyarakat
sehubungan
dengan hasil produksi, cara produksi serta pemasaran
produk-produknya.
Tanggung jawab sosial yang
dibebankan kepada pelaku usaha ini
berkaitan dengan prinsip ekonomi yang diterapkan oleh pelaku
usaha, yaitu
“dengan pengorbanan yang seminimal mungkin berusaha memperoleh
keuntungan yang semaksimal mungkin”. Karena pelaku usaha dalam
menjalankan
usahanya berdasarkan motif dan kepentingan ekonomi dengan
menggunakan
prinsip di atas, maka terdapat kecenderungan pelaku usaha untuk
menghalalkan
segala cara untuk memperoleh keuntungan semaksimal mungkin tanpa
memperhatikan hak-hak konsumen. Oleh karena itu, untuk menghindari
hal
tersebut perlu diimbangi dengan tanggung jawab sosil pelaku usaha.
Secara konkrit, tanggung
jawab sosial dari pelaku usaha dapat
diwujudkan dalam produksi barang dan/atau jasa berdasarkan
ketentuan-ketentuan
yang telah diterapkan oleh pemerintah. Antara lain dengan
mengikuti ketentuanketentuan
berproduksi yang telah diatur dalam Undang-undang, maupun
mengenai standarisasi mutu barang produksi dan industri yang
dikeluarkan oleh
instansi-instansi pemerintah yang terkait lainnya.
Sedangkan berdasarkan
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999, dalam
Pasal 7 diatur mengenai kewajiban pelaku usaha. Antara lain adalah
beritikad baik
dalam menjalankan usahanya, memberi informasi yang benar, jelas
dan jujur
kepada konsumen, melayani konsumen tanpa diskriminasi, menjamin mutu
barang dan/atau jasa hasil produksinya, memberi jaminan garansi
serta memberi
kompensasi atau ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan.
3. Pemerintah
Pemerintah memiliki peranan
yang penting dalam upaya melindungi
konsumen. Dalam hal ini, peranan pemerintah dapat berupa
pembentukan
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan usaha untuk
melindungi
kepentingan konsumen dan juga melaksanakan fungsi pembinaan dan
pengawasan.
Dengan adanya undang-undang
perlindungan konsumen, maka akan
memberikan jaminan adanya kepastian hukum terhadap segala
kepentingan
konsumen berkaitan dengan pemenuhan kebutuhannya.
Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkan hukum untuk
memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas
barang
dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela
hak-haknya
apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan
konsumen
tersebut. Sedangkan pemberdayaan konsumen itu adalah dengan
meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandiriannya melindungi diri sendiri
sehingga
mampu mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan menghindari
berbagai
ekses negatif pemakaian, penggunaan dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa
kebutuhannya.
Ratio dari adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen adalah :
a. Menyeimbangkan daya tawar konsumen terhadap pelaku usaha.
b. Mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung
jawab dalam
menjalankan kegiatannya.
Diharapkan, pemerintah dapat berperan serta dalam upaya melindungi
konsumen dengan menjalankan fungsi pengawasan terhadap
Undang-undang yang
ada agar dapat berjalan efektif. Selain itu, peranan Lembaga
Swadaya Masyarakat
(LSM) juga sangat diperlukan yaitu dalam rangka melindungi
kepentingan
konsumen dan juga pengawasan terhadap pelaku usaha yang beritikad
tidak baik.
Selain ketiga pihak di atas yang terkait erat dengan hukum
perlindungan
konsumen, masih terdapat satu istilah yang cukup penting berkaitan
dengan
perlindungan konsumen yaitu :
4. Barang dan/atau Jasa
Istilah barang dan/atau jasa merupakan pengganti dari kata produk.
Sedangkan kata produk itu sendiri berasal dari bahasa Inggris
yaitu “product”.
Menurut Philip Kotler, yang dimaksud dengan produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan,
dimiliki,
dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu keinginan
atau suatu
kebutuhan.32
Philip Kotler juga menyatakan bahwa produk terdiri dari dua macam,
yaitu berupa produk fisik (atau barang) dan jasa (kadang-kadang
disebut produk.
jasa). Dalam hal ini, Philip Kotler memberikan pengertian
tersendiri mengenai
jasa, yaitu :33
Setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat
dihabiskan, yang
dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh
konsumen.
“……..berbagai tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak
kepada yang lain yang pada dasarnya tidak dapat dilihat dan tidak
menghasilkan
hak milik terhadap sesuatu. Produksinya dapat berkenaan dengan
sebuah produk
fisik ataupun tidak”.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, yang dimaksud dengan barang adalah :
Setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
disediakan
bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
Sedangkan yang dimaksud dengan jasa adalah :
Dalam penulisan ini, istilah yang akan digunakan adalah barang
dan/atau
jasa sebagai pengganti kata produk, yaitu seperti yang digunakan
dalam Undangundang
Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar